Jumhur fuqaha berpendapat dibolehkan menjama’ dan dibolehkan melakukan jama’ taqdim dengan empat persyaratan :
1. Mendahulukan shalat yang lebih awal dari kedua shalat—yang akan dijama’ taqdim—seperti : zhuhur dan maghrib karena waktu tersebut adalah waktunya sedangkan shalat yang kedua mengikutinya dan yang mengikuti tidaklah mendahului yang diikuti. Seandainya seseorang shalat ashar sebelum zhuhur atau isya sebelum maghrib maka shalat zhuhurnya tidaklah sah dalam shalat yang menjama’ zhuhur dan ashar serta tidak pula sah shalat isyanya dalam shalat yang menjama’ maghrib dan isya. Diwajibkan baginya untuk mengulangi shalat itu setelah shalat yang pertama apabila dia menginginkan jama’.
2. Berniat jama’ dan saat yang paling tepat untuk itu adalah pada permulaan shalat pertama. Dibolehkan pula berniat disaat shalat pertama berlangsung hingga salam.
3. Tidak menyelangi antara dua shalat itu, yaitu tidak ada selang waktu (jeda) yang lama diantara kedua shalat itu. Adapun jika selang waktunya sebentar maka tidak mengapa … Jika selang waktunya lama diantara kedua shalat itu maka jama’ tersebut batal, apakah orang itu memisahkannya dengan tidur, lupa, kesibukan atau lainnya. Dan yang menjadi patokan selang waktu itu lama atau sebentar adalah kebiasaan setempat sebagaimana umumnya suatu perkara yang tidak ada ketentuannya dalam terminologi syariah atau etimologi…. Sebagian ulama Hambali dan Syafi’i menentukan ukuran selang waktu yang sebentar dengan ukuran iqomat lalu para ulama Hambali menambahkan seukuran berwudhu.
4. Tetap dalam keadaan bersafar saat mengawali shalat pertama hingga selesai darinya dan mengawali shalat ke dua. Jika dia berniat menetap disaat shalat pertama atau dia tiba di negerinya sementara dirinya masih melaksanakan shalat petama atau menjadi orang yang mukim diantara kedua shalat itu maka terputus jama’nya dikarenakan hilang sebab yang membolehkan jama’ itu dan diharuskan baginya untuk mengakhirkan shalat yang kedua.
Adapun persyaratan sah melaksanakan jama’ takhir :
Disyaratkan bagi sahnya jama’ takhir adalah berniat menjama’ sebelum berlalunya waktu shalat pertama… Dan jika dia mengakhirkannya tanpa berniat jama’ maka ia berdosa dan shalat itu menjadi qodho dikarenakan telah kehilangan waktunya untuk melakukannya atau berniat untuknya.
Para ulama madzhab Safi’i menetapkan persyaratan lainya terhadap jama’ takhir yaitu tetap dalam keadaan safar hingga selesai kedua shalat. Jika dia menetap sebelum selesai melaksanakan kedua shalat itu maka shalat yang pertama menjadi qadha.
Adapun para ulama Hambali mensyaratkan keberlangsungan safar hingga masuk waktu shalat kedua. Tidaklah mengapa baginya jika selesai safar sebelum melaksanakan kedua shalat itu dan setelah masuk waktu shalat kedua. (al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal 5443 – 5444)
Jama’ takhir adalah mengakhirkan pelaksanaan shalat pertama di waktu shalat kedua dan dianjurkan baginya untuk melaksanakan kedua shalat tersebut dengan berurutan, yaitu : shalat zhuhur sebelum ashar di waktu ashar atau shalat maghrib sebelum isya di waktu isya, inilah yang lebih utama.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dari Anas bin Malik berkata, Dahulu Rasulullah saw jika melakukan safar (perjalanan) sebelum matahari miring, maka beliau mengakhirkan shalat zhuhur hingga waktu ashar, kemudian singgah dan beliau jamak antara keduanya. Namun jika melakukan perjalanan dan matahari telah miring, beliau lakukan shalat zhuhur terlebih dahulu kemudian beliau naik kendarannya.
Namun demikian berurutan didalam melaksanakan shalat jama’ takhir adalah sunnah bukan menjadi persyaratan karena waktu melaksanakan jama’ takhir itu adalah miliki shalat yang kedua sehingga dibolehkan bagi seorang yang melaksanakan jama’ takhir melaksanakan shalat kedua lalu yang pertama, seperti : ashar sebelum zhuhur atau isya sebelum maghrib. Hal itu berbeda dengan jama’ taqdim yang disyaratkan untuk mendahulukan shalat pertama sebelum yang kedua, sebagaimana disebutkan diatas.
Wallahu A’lam
Sumber : Ustad Sigit P, LC Eramuslim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar